PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemiskinan memang sudah diibaratkan sebagai sebuah ‘mimpi buruk’ yang ditakuti oleh berbagai negara, baik dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah. Tidak terkecuali Indonesia sendiri, kemiskinan merupakan masalah pelik yang terus melanda dan tidak ada sebuah penyelesaian dalam menuntaskan masalah kemiskinan ini, sejak masa Orde Lama sampai pemerintahan sekarang ini, jumlah penduduk miskin terus bertambah. Meskipun pada saat melakukan kampanye partai politik dan penyusunan program kerja pemerintah selalu mencantumkan program pengentasan kemiskinan sebagai program utama dalam platform mereka, tapi belum juga dapat mengurangi angka kemiskinan.
Kemiskinan telah menjadi masalah serius yang dihadapai sepanjang sejarah Indonesia, karena kemiskinan telah membuat kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas.
Sedangkan persoalan kemiskinan di Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat yang berupaya memberantas kemiskinan tersebut mengalami kesulitan karena terbelenggu faktor budaya yang membentuk pola kemiskinan kultural. Akibatnya, jumlah keluarga miskin terus bertambah, bahkan mencapai sepertiga dari total keluarga di kabupaten ini. Beberapa faktor tingginya angka kemiskinan diantaranya, budaya masyarakat Indramayu yang mayoritas agraris menambah angka kemiskinan di Indramayu tinggi, hampir 40% berada dalam garis kemiskinan. Melihat luas lahan pertanian Indramayu yang mencapai 120.000 hektar dan potensi hasil tangkap ikan di laut yang melimpah, seharusnya tidak ada rakyat miskin. Sayangnya, sempitnya rata-rata kepemilikan lahan, hanya 0,3 hektar, dan kebanyakan buruh tani, berakibat pada tingkat kesejahteraan yang mereka peroleh juga terbatas. Ironisnya, Indramayu merupakan lumbung padi nasional, tetapi hanya 30 persen produksi beras per tahun yang dikonsumsi masyarakat Indramayu. Sisanya dijual ke luar Indramayu. Selain itu, Kebiasaan menggelar hajatan besar-besaran dan budaya konsumtif masyarakat juga merupakan salah satu penyebab bertahannya angka kemiskinan keluarga itu. Pola berpikir kreatif dan produktif belum banyak dimiliki warga Indramayu sehingga mereka cenderung bergantung pada alam, tanpa ada upaya lebih. Bagi mereka, tanpa modal, usaha produksi tidak bisa berjalan. Faktor lain yang menyebabkan besarnya angka kemiskinan ini adalah tingkat pendidikan sebagaian masyarakat Indramayu yang rendah. Selain itu, meski aliran dana remittance dari warga Indramayu yang bekerja di luar negeri per tahun mencapai Rp 300 miliar, atau lima kali pendapatan asli daerah Indramayu, tetap saja angka kemiskinan masih tinggi. Sebab, besarnya dana yang masuk malah digunakan untuk membiayai kebutuhan konsumtif, seperti memperbaiki rumah dan membeli perabot rumah tangga, bukannya dipakai untuk kegiatan produktif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kemiskinan?
2. Mengapa kemiskinan menjadi salah satu masalah di Kabupaten Indramayu?
3. Kebijakan apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan dalam menanggulangi kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu?
4. Apa hasil yang didapat dari kebijakan pemerintah itu?
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari makala yang saya buat ini adalah untuk memberikan sebuah fenomena yang terjadi di daerah saya sendiri yang menurut saya Indramayu ini adalah daerah yang sangat berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, akan tetapi karena faktor kemiskinan itu, Indramayu adalah menjadi daerah yang tergolong berada dalam garis kemiskinan. Sehingga penting bagi saya memaparkan hal ini bertujuan untuk memberi perhatian kepada pemerintah daerah akan pentingnya masalah kemiskinan ini untuk ditanggulangi. Harapan saya pribadi adalah agar semua masalah kemiskinan ini biasa teratasi sesuai keinginan kita bersama, sehingga menciptakan meningkatnya taraf hidup masyarakat Indramayu ini.
LANDASAN TEORI
A. Definisi Kemiskinan
Kemiskinan secara singkat dapat didefinisikan sebagai suatu taraf hidup yang rendah, yakni adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyakarat yang bersangkutan. Definisi seperti ini memberikan penjelasan bahwa tingkat kemiskinan itu bersifat relatif, tergantung pada standar kehidupan umum yang berlaku di masyarakat. Karena masyarakat miskin yang tinggal di desa jelas berbeda dengan standar kehidupan masyarakat miskin yang bertempat tinggal di kota.
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan (GK), Garis Kemiskinan adalah pengeluaran perkapita yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar baik makanan dan non-makanan (perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi, dan lain-lain). Sedangkan kebutuhan makanan adalah 2100 kalori per hari. Penduduk dikatakan miskin yaitu penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan dibedakan berdasarkan penduduk desa dan penduduk kota. Contoh, DKI Jakarta angka Garis Kemiskinan sebesar Rp 300.000/bulan/kapita, sedangkan angka Garis Kemiskinan di Indramayu adalah sebesar Rp 243.931/bulan/kapita. Semakin tinggi Garis Kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin. Garis Kemiskinan akan naik bila terjadi inflasi, khususnya di kelompok makanan. Bila pendapatan tetap, inflasi menyebabkan angka kemiskinan naik.
Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin, BAPPENAS mengginakan beberapa pendekatan, antara lain: pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective.
Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri.
B. Permasalahan Kemiskinan di Kabupaten Indramayu
Meskipun jumlah penduduk miskin cenderung menurun setiap tahun, angka kemiskinan di Kab. Indramayu terhitung masih tinggi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu dalam dua tahun berturut-turut masih menempati peringkat dua kabupaten dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di antara 26 kabupaten kota se-Jawa Barat. Data tersebut terungkap dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2009. Kepala Seksi Statistik BPS Kab. Indramayu Caswandi menyatakan secara persentase dan jumlah, angka kemiskinan di Indramayu cenderung menurun setiap tahun.
Berdasarkan data BPS, angka kemiskinan Indramayu pada 2009 mencapai 319.630 jiwa atau 17,99 persen dari keseluruhan jumlah penduduk di Indramayu yang mencapai 1,7 juta jiwa. Sedangkan pada 2008 yakni 347.000 jiwa (19,75 persen), dan pada tahun 2007, angka kemiskinan 361.700 jiwa (20,96 persen).
Indramayu merupakan sebuah daerah yang sangat berpotensial untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya, karena didukung dengan roda perekonomian yang kuat di sektor minyak dan gas bumi, luar areal persawahan yang mencapai 120.000 hektar yang sangat mencukupi kebutuhan di sektor pangan, dan perikanan yang menjadikan ribuan nelayan Indramayu memanfaatkan Laut Jawa yang ada disebelah Utara wilayah Indramayu menjadi lahan mata pencaharian sehari-hari. Selain itu, meski aliran dana remittance dari warga Indramayu yang bekerja di luar negeri per tahun mencapai Rp 300 miliar, atau lima kali pendapatan asli daerah Indramayu, tetap saja angka kemiskinan masih tinggi. Sebab, besarnya dana yang masuk malah digunakan untuk membiayai kebutuhan konsumtif, seperti memperbaiki rumah dan membeli perabot rumah tangga, bukannya dipakai untuk kegiatan produktif. Maka dari itu, butuh sebuah pengarahan dan sosialisasi dari pihak pemerintah untuk mengarahkan masyarakat Indramayu ini agar sadar, mempunyai pola pikir yang maju, agar tidak terus terjebak dalam jurang kemiskinan.
C. Kebijakan dari Pemerintah dalam Menanggulangi Kemiskinan
Untuk pemberantasan kemiskinan, Pemerintah Kabupaten Indramayu telah melakukan sejumlah program, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Bantuan langsung yang berbentuk Program Keluarga Harapan bertujuan memberi bantuan pendidikan dan kesehatan kepada keluarga miskin bersyarat. Selain itu, ada juga Yayasan Gerakan Masyarakat Peduli Rakyat Keluarga Miskin yang kini memiliki dana berkisar Rp 14 miliar untuk membantu menyejahterakan keluarga miskin. Bentuk pemberantasan kemiskinan secara tidak langsung adalah dengan penyediaan dana pendidikan dan pengobatan gratis, serta membangun infrastruktur jalan desa. Setidaknya, butuh 40 persen dari APBD Indramayu atau 1,2 trilyun untuk memberantas kemiskinan di Indramayu. Yang jadi pertanyaan besar adalah, apakah dengan dana sebesar itu kemiskinan di Indramayu akan benar-benar hilang?
Target lain dari pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan ini adalah membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dibentuk di bawah koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), seperti yang telah dijelaskan oleh Bupati Anna Sophanah dan Wakil Bupati Supendi. Tim ini dibentuk untuk membuat target penanggulangan kemiskinan bisa dilakukan secara terukur dengan realisasi pengurangan warga miskin secara bertahap dan pasti dalam lima tahun ke depan masa kepemimpinannya.
Penanganan paling penting adalah dibidang pendidikan, karena mayoritas masyarakat Indramayu adalah berpendidikan rendah, tidak sedikit dari mereka yang belum pernah mengenyam bangku sekolah, oleh karena itu meraka masih belum maksimal dalam pengelolaan manfaat sumber daya alam untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan sangat penting ditonjolkan karena kunci dari permasalahan suatu daerah atau pemerintahan itu terletak pada penanganan sumber daya manusianya, karena dengan membangun sumber daya manusia yang lebih berkualitas, maka persoalan pun akan sedikit demi sedikit dapat teratasi, masyarakat memiliki daya pikir yang lebih maju, pengelolaan manfaat sumber daya alam pun akan jadi maksimal, dan yang terakhir adalah angka kemiskinan pun akan semakin berkurang.
Pemerintah pun sedianya tidak menaikkan biaya pendidikan, karena kebanyakan masyarakat mengeluhan biaya pendidikan yang mahal. Seharusnya pemerintah memberikan fasilitas pendidikan yang murah dengan memberikan Biaya Operasional Sekolah (BOS) selama 9 tahun, sesuai dengan program pemerintah pusat yang mewajibkan belajar 9 tahun.
D. Hasil dari Kebijakan Pemerintah dalam Menanggulangi Kemiskinan
Walaupun angka kemiskinan tiap tahun selalu berkurang, karena digerakkannya program-program pemerintah itu, akan tetapi belum mampu membawa Indramayu keluar dari masalah pelik ini. Tapi dengan adanya program-program diatas, maka telah ditemukan salah satu pemecah dari permasalahan dalam mengentaskan dan mengurangi angka kemiskinan ini.
Penyuluhan dan sosialisasi pemerintah kepada masyarakat agar mengurangi budaya komsutif dan mengadakan hajatan yang berlebihan, setidaknya semakin berkurang di tengah-tengah masyarakat, mereka mulai membudayakan prilaku produktif seperti membuka lapangan pekerjaan yang memberi peluang kepada yang belum memperoleh pekerjaan untuk bekerja disektor perusahaan rumah tangga tersebut.
Kemudian kebijakan pemerintah dalam meningkatkan taraf pendidikan masyarakat sudah cukup bernilai positif, dengan banyaknya bantuan dari pemerintah untuk merenovasi sekolah-sekolah, menambah fasilitas-fasilitas penunjang pendidikan, disamping dengan adanya program Biaya Operasional Sekolah (BOS), menjadikan kualitas pendidikan di Indramayu semakin meningkat.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan utama dari kajian ini adalah bahwa percepatan penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan mengubah paradigma pemberdayaan masyarakat dari yang bersifat top-down menjadi partisipatif, dengan bertumpu pada kekuatan dan sumber-sumber daya lokal. Penanggulangan kemiskinan yang tidak berbasis komunitas dan keluarga miskin itu sendiri akan sulit berhasil.
Proses otonomi daerah yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini, meskipun gamang pada awalnya, diyakini nanti akan berada pada jalur yang sesuai. Yang diperlukan adalah konsistensi dari pemerintah pusat untuk membimbing ke arah otonomi yang memberdayakan tersebut. Maka disarankan agar program-program penanggulangan kemiskinan ke depan mengarah pada penciptaan lingkungan lokal yang kondusif bagi keluarga miskin bersama komunitasnya dalam menolong diri sendiri.
B. Saran
Saran yang ingin saya utarakan adalah agar pemerintah pusat dan daerah khususnya Indramayu, untuk lebih mengawasi dan lebih serius yang menanggulangi masalah yang pelik ini, yaitu kemiskinan. Karena kemiskinan dapat menimbulkan banyak masalah bagi masyarakat di daerah itu sendiri. Dampak negatif yang dapat kita lihat dari masalah kemiskinan itu sendiri diantaranya tingginya angka pengangguran, angka kematian, angka kejahatan, pendidikan yang rendah, tingkat kesehatan dan kebersiahan yang rendah karena kurangnya kebutuhan gizi. Maka perlu kebijakan pemerinah yang terarah untuk menanggulangi semua masalah itu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ibrahim, Saad. 2007. Kemiskinan dalam Perspektif Alquran. Malang. UIN-Malang Perss.
2. Purbasari, Denni. 2009. Modul: Mengatasi Kemiskinan (Tantangan Terbesar Ekonomi Indonesia). Dipresentasikan pada Seminar Evaluasi 17 Tahun Ekonomi Islam di Indonesia. SEF BEF UGM. 13 Desember 2009.
3. Wibowo, Ghafur. 2011. Modul: Ekonomi Makro Syariah. Prodi Keuangan Islam Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
4. http://satimterus.blogspot.com/2009/11/persoalan-kemiskinan-di-kabupaten.html. Diakses pada hari Kamis, 9 juni 2011 pukul 13.20 WIB.
5. http://bataviase.co.id/node/640194. Diakses pada hari Kamis, 9 Juni 2011 pukul 13.09 WIB.
6. http://www.ekonomirakyat.org/edisi_22/artikel_6.htm. Diakses pada hari Kamis, 23 juni 2011 pukul 10.43 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar